JEPANG

Survei Pemerintah Jepang: 83,1 Persen Warga Dukung Hukuman Mati, Tapi Penolakan Meningkat

Survei Pemerintah Jepang: 83,1 Persen Warga Dukung Hukuman Mati, Tapi Penolakan Meningkat
Survei Pemerintah Jepang: 83,1% Warga Dukung Hukuman Mati, Tapi Penolakan Meningkat

JAKARTA - Jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh pemerintah Jepang menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen warga negara tersebut masih mendukung hukuman mati. Survei yang dirilis pada 21 Februari 2025 ini mencatat peningkatan dukungan sebesar 2,3 persen dibandingkan survei sebelumnya pada tahun 2019, dengan angka mencapai 83,1 persen. Namun, di sisi lain, jumlah masyarakat yang menentang hukuman mati juga mengalami lonjakan signifikan sebesar 7,5 persen, menjadikan total mereka yang menginginkan penghapusan hukuman mati mencapai 16,5 persen.

Ini adalah kelima kalinya berturut-turut sejak survei pertama dilakukan bahwa tingkat dukungan terhadap hukuman mati di Jepang tetap berada di atas 80 persen. Survei ini diadakan setiap lima tahun sekali untuk mengukur opini publik terkait sistem peradilan pidana di negara tersebut.

Berdasarkan laporan Kyodo News, alasan utama masyarakat mendukung hukuman mati adalah untuk memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Sebanyak 62,2 persen responden memilih alasan ini, menjadikannya sebagai faktor pendukung terbesar. Selain itu, sebanyak 55,5 persen menyatakan bahwa hukuman mati diperlukan sebagai pembalasan atas kejahatan berat yang telah dilakukan oleh pelaku, sementara 53,4 persen mengungkapkan kekhawatiran bahwa penghapusan hukuman mati justru akan memicu peningkatan kejahatan kejam di masyarakat.

Namun, di sisi lain, kelompok yang menentang hukuman mati memberikan alasan yang juga kuat. Sebanyak 71 persen dari mereka yang mendukung penghapusan hukuman mati menyatakan bahwa kesalahan dalam sistem peradilan dapat berujung pada vonis keliru yang tidak dapat diperbaiki. Angka ini meningkat sekitar 20 persen dibandingkan survei sebelumnya. Kekhawatiran ini semakin menguat setelah kasus Iwao Hakamata, seorang pria berusia 88 tahun yang dibebaskan tahun lalu setelah lebih dari empat dekade menjalani hukuman mati akibat dugaan pembunuhan pada tahun 1966. Putusan yang membebaskannya akhirnya dijatuhkan dalam persidangan ulang pada Oktober 2024, menyoroti risiko vonis keliru dalam sistem peradilan Jepang.

Selain itu, sebanyak 37,5 persen responden yang menentang hukuman mati menyatakan bahwa sistem tersebut dapat dihapuskan jika hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat diberlakukan sebagai alternatif. Namun, mayoritas responden, yaitu 61,8 persen, tetap berpendapat bahwa hukuman mati harus terus diterapkan.

Survei ini dilakukan terhadap 3.000 orang berusia 18 tahun ke atas yang dipilih secara acak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.815 tanggapan dinyatakan valid. Berbeda dengan metode sebelumnya yang dilakukan secara tatap muka, survei kali ini dilakukan melalui pos, menyesuaikan dengan kondisi pascapandemi COVID-19.

Hukuman mati di Jepang sendiri masih menjadi topik perdebatan yang cukup panas, baik di dalam negeri maupun di komunitas internasional. Jepang bersama Amerika Serikat merupakan dua negara demokrasi besar yang masih mempertahankan hukuman mati. Pemerintah Jepang berulang kali menyatakan bahwa hukuman mati masih menjadi bagian dari sistem peradilan yang sah dan didukung oleh mayoritas masyarakat.

Meskipun demikian, tekanan dari organisasi hak asasi manusia semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Amnesty International dan kelompok lain terus menyerukan penghapusan hukuman mati di Jepang, dengan alasan bahwa sistem peradilan negara tersebut memiliki kelemahan dalam memberikan perlindungan hukum bagi terdakwa, terutama mereka yang terlibat dalam kasus-kasus serius.

Para kritikus juga menyoroti bagaimana hukuman mati di Jepang dieksekusi secara rahasia. Tahanan yang dijatuhi hukuman mati biasanya tidak diberi tahu sebelumnya kapan eksekusi akan dilakukan. Mereka hanya diberitahu beberapa jam sebelum dieksekusi, sementara keluarga dan pengacara mereka baru mengetahui setelah eksekusi berlangsung. Praktik ini telah dikritik sebagai tidak manusiawi oleh berbagai organisasi internasional.

Di tengah meningkatnya perdebatan ini, pemerintah Jepang tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda untuk menghapus hukuman mati dalam waktu dekat. Dukungan publik yang masih kuat terhadap kebijakan ini menjadi faktor utama dalam mempertahankan hukuman tersebut.

Namun, dengan semakin meningkatnya kesadaran publik akan risiko vonis keliru dan adanya alternatif hukuman seperti penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat, wacana untuk mengevaluasi kembali sistem peradilan pidana di Jepang mungkin akan semakin berkembang di masa mendatang. Survei ini mencerminkan bahwa meskipun hukuman mati masih mendapatkan dukungan luas, ada pergeseran signifikan dalam opini publik yang menunjukkan bahwa semakin banyak warga Jepang yang mulai mempertanyakan efektivitas dan keadilan dari sistem hukuman mati di negara mereka.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index